
Timphan merupakan salah satu jajanan tradisional yang patut Kawan coba ketika berkunjung di Aceh. Apalagi jajanan tradisional ini memiliki sejarah panjang bagi masyarakat yang ada di sisi barat Indonesia tersebut.
Tidak hanya itu, timphan juga sering menjadi salah satu jajanan tradisional yang disajikan dalam momen-momen tertentu. Misalnya jajanan tradisional tersebut bisa Kawan jumpai pada salah satu perayaan hari besar bagi umat Islam, yakni Hari Raya Idul Fitri.
Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait jajanan tradisional timphan tersebut? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Mengenal Jajanan Tradisional Timphan
Timphan merupakan salah satu jajanan tradisional khas dari daerah Aceh. Jajanan yang satu ini hampir pasti dikenal oleh setiap masyarakat yang ada di daerah tersebut.
Bahkan nama jajanan ini juga terdapat dalam salah satu ungkapan yang beredar di tengah masyarakat. Dilansir dari laman Acehprov.go.id, salah satu ungkapan yang menyebutkan nama jajanan ini adalah “ìUroe goet buluen goet Timphan ma peugoet beumeuteme rasaî“.
Ungkapan tersebut berarti “Hari baik bulan baik Timphan ibu buat harus dapat kurasakan”. Hal ini menunjukkan bahwa timphan memang menjadi salah satu jajanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Aceh.
Jika dilihat dari bentuknya, timphan memiliki kemiripan dengan kue lepat yang bisa Kawan jumpai di beberapa daerah lainnya di Indonesia. Apalagi jajanan tradisional tersebut juga menggunakan daun pisang sebagai pembungkusnya.
Bahan utama dari jajanan tradisional ini berasal dari tepung beras, pisang, dan santan. Semua bahan ini nantinya akan diaduk hingga kenyal.
Setelah itu, adonan ini akan dibentuk memancang dan diberi isian. Isian yang digunakan dalam timphan juga beragam, mulai dari kelapa, srikaya, potongan nanas, dan lainnya.
Kemudian adonan yang sudah diberi isian ini akan dibungkus dengan daun pisang. Terakhir, adonan tersebut akan dikukus hingga matang.
Dari penjelasan di atas bisa Kawan lihat bahwa proses pembuatan timphan cukup panjang. Bahkan proses mengukusnya saja bisa memakan waktu lebih kurang satu jam.
Oleh sebab itu, dibutuhkan keuletan dan kesabaran yang tinggi ketika Kawan ingin membuat makanan ini. Namun di balik itu, hal ini pula yang memberikan nilai mendalam pada jajanan tradisional khas Aceh tersebut.
Sarat akan Nilai
Keberadaan timphan bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekadar makanan atau jajanan saja. Salah satu kekayaan kuliner khas Serambi Mekah ini juga memiliki nilai dan simbol kearifan lokal yang mendalam.
Dilansir dari laman RRI, keberadaan timphan di Aceh sudah diwariskan secara turun temurun dari generasi dulunya. Namun jajanan tradisional ini hanya khusus diturunkan pada garis keturunan perempuan Aceh saja.
Resep jajanan tradisional timphan sendiri diketahui sudah ada sejak dahulu kala. Resep inilah yang kemudian diwariskan secara turun temurun di setiap keluarga yang ada di tengah masyarakat Aceh.
Selain itu, proses pembuatan timphan yang lama juga menjadi sarana menjalin silaturahmi antara setiap perempuan Aceh. Seperti sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, jajanan yang satu ini sering disajikan pada momen hari besar tertentu.
Pada saat itu, setiap keluarga biasanya akan memasak jajanan ini secara bersama-sama. Pada saat proses memasak inilah jalinan silahturahmi bisa terbangn, mulai saling berbicara hingga menceritakan pengalaman masing-masing.
Berdasarkan hal inilah bisa Kawan lihat bahwa timphan tidak hanya berupa jajanan tradisional untuk dikonsumsi saja. Akan tetapi, terdapat makna dan nilai mendalam yang bisa Kawan dapatkan ketika melihat jajanan tradisional tersebut dengan lebih mendalam.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News