
Bagaimana jika makanan yang kita konsumsi sehari-sehari ternyata mengandung mikroplastik yang terkontaminasi lewat rantai makanan?
Pertanyaan tersebut seharusnya menjadi kesadaran bersama. Sebab, kontaminasi mikroplastik dalam tubuh manusia meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir.
Sebuah penelitian dalam jurnal Nature Medicine menunjukkan, kandungan mikroplastik dalam tubuh manusia meningkat 47% hanya dalam kurun waktu 8 tahun (2016 – 2024).
Data ini ditemukan lewat penelitian jaringan dari jasad manusia yang meninggal pada tahun 2016 dan 2024 di New Mexico, Amerika Serikat.
Dari Minyak ke Mikroplastik: Kenali Berbagai Jenis Pencemar di Lautan
Hasilnya, kandungan mikroplastik pada sampel 28 jasad manusia yang meninggal tahun 2016 berada di level 3.345 mikrogram per gram jaringan. Sementara itu, kandungan mikroplastik di 24 jasad yang meninggal 2024 meningkat dengan rata-rata berada di level 4.917 mikrogram per gram jaringan.
Lebih lanjut, mikroplastik itu ternyata lebih banyak ditemukan di otak dibandingkan organ lain, seperti hati atau ginjal. Memang belum ada penelitian yang akurat untuk mengungkap dampak dari kontaminasi mikroplastik ini.
Akan tetapi sebagaimana dilansir dari Kompas.id, beberapa percobaan laboratorium menunjukkan bahwa kontaminasi mikroplastik berpotensi meningkatkan peradangan otak dan kerusakan sel hingga mengubah struktur otak.
Sebenarnya, apa itu mikroplastik?
Mikroplastik merupakan plastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter (mm). Mikroplastik biasanya terbentuk dari plastik besar yang terpecah menjadi potongan plastik berukuran kecil. Saking kecilnya, mikroplastik dapat secara tidak sengaja terkonsumsi oleh hewan maupun manusia.
Riset: Warga Indonesia Paling Banyak Mengonsumsi Mikroplastik
Di Mana Mikroplastik Ditemukan?
Di Indonesia, garam dapur menjadi salah satu faktor penyumbang mikroplastik dalam rantai makanan manusia. Proses pembuatan garam yang dilakukan di laut sangat rentan terhadap kontaminasi mikroplastik. Sebab, laut menjadi hilir dari timbunan sampah, terutama berbahan plastik, yang disumbangkan manusia.
Hal ini didukung oleh kajian Xiang Zhao dan Fengqi You (2024) dalam jurnal Environmental & Science Technology yang mengungkap bahwa sebagian besar (57%) partikel plastik dalam makanan berasal dari sumber perairan.
Dari faktor inilah, tambah Zhao dalam penelitiannya, yang menyebabkan garam dapur di Indonesia memiliki kandungan mikroplastik 100 kali lebih tinggi daripada di AS.
Jarang Diperhatikan, Jaring Laba-laba Ternyata Jadi Pemantau Polusi Mikroplastik
Tidak hanya lewat garam, mikroplastik yang termakan oleh organisme laut juga turut menyumbang kontaminasi ke dalam tubuh manusia. Sebab, masyarakat Indonesia cukup sering mengonsumsi ikan, sekitar 55,37 kilogram per kapita pada 2021.
“(Jumlah di Indonesia) lebih banyak dibandingkan negara lain dengan sebagian besar partikel plastik berasal dari sumber air seperti makanan laut. Jumlah tersebut merupakan peningkatan konsumsi mikroplastik harian sebesar 59 kali lipat dari 1990 hingga 2018,” tulis laporan tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Ecoton pada 2021 lalu mengungkap, tiga sungai di Pulau Jawa: Sungai Brantas, Sungai Bengawan Solo, dan Sungai Citarum, darurat terhadap mikroplastik. Banyak ikan yang menjadi sampel terbukti telah mengandung mikroplastik.
Menuju Swasembada Garam, Indramayu Jadi Pusat Produksi Utama
Sementara itu, di Vietnam, mikroplastik lebih banyak mengontaminasi debu-debu di luar ruangan. Kontaminasinya bahkan cukup ekstrem, lebih dari 800% dari kondisi yang ada di Jepang.
Di Asia Timur, termasuk Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang mikroplastik dihasilkan dari pengolahan biji-bijian. Proses pengolahan, mulai dari penggilingan biji-bijian, pengeringan, dan pengemasan plastik, berkontribusi cukup signifikan terhadap lebih dari 20% penyerapan mikroplastik dalam makanan.
Namun, secara global, negara-negara Afrika dan Asia, seperti Mesir, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam lah yang diidentifikasi sebagai titik pusat penyerapan mikroplastik, utamanya dari partikulat dalam bahan pangan.
Garam Sabu Raijua, Produk Tradisional Asli NTT yang Kualitasnya Dijamin Top Kelas Dunia
Bagaimana Menghindari Kontaminasi Mikroplastik?
Sesungguhnya belum ada cara paling ampuh menghindari mikroplastik. Sebab, studi yang dilakukan oleh Environmental Research mengungkapkan semua jenis protein telah mengandung mikroplastik, termasuk protein hewani dan nabati. Artinya, tidak ada jenis makanan yang benar-benar bebas dari kontaminasi mikroplastik.
Meski demikian, ada beberapa langkah yang dapat Kawan lakukan untuk menghindari jumlah kontaminasi mikroplastik.
Tampak seperti klise, tapi langkah utama yang harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi mikroplastik adalah mengurangi penggunaan plastik. Dengan memanfaatkan wadah nonplastik, Kawan dapat menyumbang dalam pengurangan sampah plastik.
Kemurnian Garam Gunung Krayan dari Tanah Borneo, Jadi Favorit Sultan Brunei
Dampaknya jelas akan lebih besar. Jumlah timbunan sampah plastik di perairan, termasuk sungai dan laut akan berkurang sehingga organisme perairan akan terhindar dari kontaminasi mikroplastik.
Selain itu, menghindari penggunaan wadah plastik untuk makanan atau minuman bersuhu panas juga satu langkah aman terhindar dari kontaminasi mikroplastik. Sebab, suhu tinggi akan mengurai plastik sehingga mikroplastik akan terlepas dan mengontaminasi makanan.
Oleh karena itu, gunakan wadah berbahan kaca, stainless steel, atau bahan ramah lingkungan lainnya.
Get The Fest, Konser yang Manfaatkan Sampah Plastik untuk Suplai Kebutuhan Listrik
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News