
Kawan GNFI, puasa Ramadan di Indonesia umumnya berdurasi tidak terlalu panjang, yakni 12,5 jam hingga 13 jam saja per harinya. Namun, tahukah Kawan, kenapa waktu puasa Indonesia cenderung pendek dan sama setiap tahunnya?
Durasi puasa di Indonesia tergolong pendek dan cepat karena letak Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Negara yang terletak di garis khatulistiwa sangat lumrah memiliki waktu atau panjang puasa yang stabil tiap tahunnya.
Garis lintang menentukan waktu terbit dan terbenamnya matahari. Indonesia berada di antara 6° LU-11° LS yang membuat Indonesia menjadi negara tropis. Garis lintang Indonesia ini termasuk rendah. Hal ini mengakibatkan Indonesia memiliki suhu panas dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki waktu puasa pendek, Nuuk, sebuah kota di Greenland yang dekat dengan Kutub Utara justru memiliki durasi puasa yang sangat panjang. Tahun 2025, Nuuk memiliki durasi puasa terpanjang hingga 16 jam 26 menit!
Nuuk memiliki garis lintang antara 64°10′ LU. Kota ini berada di garis lintang tinggi. Semakin tinggi garis lintang, semakin dingin suhu wilayahnya. Nah, uniknya, Nuuk juga didapuk sebagai ibu kota paling utara di dunia, di mana suhu dinginnya juga cukup ekstrem karena dekat dengan wilayah kutub.
Saat musim panas, wilayah di area dekat Kutub Utara akan mengalami siang yang lebih lama. Sebaliknya, saat musim dingin, siang akan menjadi lebih pendek.
Kawan GNFI, perbedaan durasi puasa ini disebabkan oleh rotasi bumi dan kemiringan sumbu bumi pada bidang orbitnya. Menukil dari sos-jordan.org, semakin dekat dengan Kutub Utara, maka waktu puasanya akan semakin panjang.
Mengulik Alasan Mengapa Awal Ramadan di Indonesia dan Arab Saudi Sering Tak Sama
Bagaimana Puasa di Negara dengan Durasi Waktu yang Sangat Panjang?
Bagi Indonesia yang berada di ‘lingkar’ khatulistiwa, durasi puasa bukan menjadi masalah serius. Masyarakat selalu berpuasa dalam kurun waktu yang sama setiap tahunnya.
Namun, negara-negara Arktik, seperti Greenland, Islandia, Alaska, hingga Norwegia yang berada di dekat Kutub Utara memiliki kesenjangan waktu antara siang dan malam yang besar.
Saat musim panas, matahari di lingkar utara nyaris tidak pernah tenggelam. Bahkan, Muslim Greenland pernah berpuasa hingga 20 jam pada edisi Ramadan tahun 2021 silam.
Melansir dari metrouniv.ac.id milik IAIN Metro Lampung, negara-negara di area utara memang memiliki rata-rata waktu puasa di atas 15 jam. Lalu, apakah mereka harus selalu berpuasa dalam durasi yang sangat panjang setiap hari?
Jawabannya, tidak. Masyarakat Arktik diperbolehkan mengikuti jam salat dan puasa yang berlaku di negara yang dekat dengan mereka. Artinya, mereka bisa menyesuaikan dengan jam waktu salat, sahur, dan berbuka dari negara yang memiliki ‘keseimbangan’ waktu antara malam dan siang hari.
Selain itu, mereka juga dapat menyesuaikan kadar waktu puasanya dengan Makkah atau Madinah. Apabila Makkah atau Madinah sudah berbuka, maka mereka juga diperbolehkan untuk berbuka.
Namun, dijelaskan juga bahwa masyarakat tetap diperbolehkan untuk berpuasa dengan mengikuti jam waktu yang sesuai di negaranya, meskipun harus berpuasa hingga lebih dari 15 jam, atau bahkan 22 jam.
Keren! Prestasi Gemilang Putri Handayani, Taklukkan Puncak Gunung Vinson di Antartika
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News