
Banyak daerah di Indonesia yang penghuninya ditempati oleh mayoritas masyarakat Tionghoa atau disebut dengan nama kawasan Pecinan. Tetapi tidak seperti kota besar layaknya Jakarta dan Surabaya, Bandung tak mempunyai kawasan Pecinan.
Diketahui wilayah yang dikatakan sebagai Kawasan Pecinan bila terdapat bangunan ibadah keturunan Tionghoa seperti Vihara ataupun mayoritasnya keturunan Tionghoa. Tetapi hal seperti ini tidak ditemukan di wilayah Bandung.
“Namun di Bandung, tidak ada wilayah yang bisa dikatakan kampung pecinan,” ungkap Story Teller Cerita Bandung Femis Aryani yang dimuat Detik.
Menyambut Tahun Baru dengan Petualangan di Bandung, Ini 7 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi
Wanita yang kerap disapa Ci Fei ini menjelaskan salah satu alasan mengapa tidak ditemukannya kawasan Pecinan di Bandung karena faktor sejarah. Hal ini karena Bandung merupakan kota yang tergolong muda daripada Surabaya dan Jakarta.
Dijelaskan olehnya, komunitas Tionghoa baru memasuki Bandung sesudah abad 19, bersama dengan investasi barat. Karena itulah daerah Pecinan di Bandung hanya mempunyai sejarah singkat.
“Bandung adalah kota yang masih muda jika dibandingkan Surabaya dan Jakarta. Sehingga Chinese Camp yang terbentuk pun tak sekental kota lainnya. Belum terbangun pecinan secara spesifik, sudah ada peraturan baru lagi yang membolehkan Tionghoa untuk tinggal di luar wilayah camp,” terangnya
Komunitas Tionghoa
Feli mengungkap sebenarnya ada beberapa wilayah di Bandung yang sempat dihuni oleh masyarakat Tionghoa. Tetapi bangunan peninggalan asli Tionghoa banyak yang rombak habis.
Dua wilayah yang paling mendekati ciri kampung pecinan di Bandung berada di Jalan Cibadak dan Komplek Jap Lun di Jalan Waringin (belakang Pasar Andir). Karena itu banyak ditemukan kuliner dan bangunan asli orang Tionghoa.
“Cibadak 95% penghuninya keturunan Tionghoa, jika malam hari akan banyak ditemui makanan khas Tionghoa dijajakan. Jap Lun juga punya bangunan asli dan makanan khas, tetapi sayang letaknya dekat pasar, jadi kotor,” ujar Story Teller pertama di Cerita Bandung tersebut.
Rumah Mode Factory Outlet, Destinasi Komplit di Bandung yang Strategis
Tetapi masih banyak ditemukan ciri khas orang Tionghoa di sekitar Jalan Banceuy, Jalan ABC, dan sekitarnya. Misalnya beberapa toko terpasang kaca kecil pada dinding atas yang dipercaya sebagai penolak bala oleh masyarakat Tionghoa.
“Ada kaca yang cembung, cekung, berbentuk bulat, dan lainnya. Itu ada keterkaitannya dengan feng shui atau letak rumah menghadap ke mana dan shio. Sementara untuk penolak bala, itu juga menyesuaikan dengan hitungan shio pemilik tempat. Dipercaya ini bisa memberi energi positif bagi si pemilik rumah,” pungkasnya.
Berubah drastis
Sugiri dalam penelitiannya yang berjudul Jejak Komunitas Tionghoa dan Perkembangan Kota Bandung, menjelaskan jejak pemukiman masyarakat Tionghoa bisa dilacak dari dibangunnya pasar. Pasalnya penduduk Tionghoa memusatkan kegiatannya pada perdagangan.
Karena itu pemukiman mereka pun lebih banyak ditemukan di sekitar pusat simpul transportasi perhubungan, stasiun kereta api, dan pasar sebagai pusat perdagangan. Sementara itu pasar pertama di Kota Bandung dibangun tahun 1812 di kampung Ciguriang.
“Mereka itu kebanyakan sebagai pedagang. Jadi mereka tidak bisa terus-terusan berada di komunitas mereka. Lantas terjadilah penyebaran orang-orang Tionghoa maupun keturunan di Kota Bandung,” lanjutnya.
Sejarah Jalur Kereta Api Bandung-Ciwidey, Transportasi Menuju Bandung Selatan di Masa Lalu
Dinukil dari tulisan Masyarakat Tionghoa di Kota Bandung Tahun 1930-1950, disebutkan rumah masyarakat Tionghoa kuno memiliki atap yang melancip pada setiap ujungnya dengan ukiran berbentuk naga. Sedangkan rumah masyarakat Tionghoa kelas atas memiliki tiang-tiang balok yang diberi banyak ukiran.
“Daerah-daerah yang dulunya menjadi hunian Tionghoa ini sudah mengalami perubahan drastis. Beberapa di antara bangunan-bangunannya sudah tidak lagi memberi kesan pecinan,” tulisnya.
Sumber:
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News