
Pernahkah Kawan mendengar istilah CSR atau Corporate Social Responsibility? Istilah ini biasanya dikaitkan dengan kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggung jawab dan dampak yang bisa diberikan bagi lingkungan sekitar.
Namun tahukah Kawan bahwa ternyata CSR tidak terbatas pada hal itu saja? Di era seperti saat ini, CSR bisa menjadi salah satu kunci yang bisa digunakan untuk memberikan dampak nyata yang positif bagi masyarakat.
Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ketua Relawan Bakti BUMN, Erick Taufan saat menjadi narasumber dalam GoodTalk Off-air pada Jumat, 24 Januari 2025. Bahkan dalam acara yang diselenggarakan oleh Good News From Indonesia tersebut, praktisi CSR dan Sustainability ini bahkan menyebutkan bahwa CSR lebih dari sebatas kegiatan bakti sosial saja.
Lantas bagaimana keterkaitan antara CSR dengan dampak nyata yang bisa diberikan bagi masyarakat luas?
Sekilas tentang CSR
Secara umum, CSR atau Corporate Social Responsibility bisa didefinisikan sebagai tanggung jawab dari sebuah perusahaan. Tanggung jawab ini merupakan wujud komitmen dari sebuah perusahaan secara etis dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hingga masyarakat di sekitarnya.
Pada dasarnya, adanya CSR bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari aspek-aspek yang ada. Oleh sebab itu, kegiatan ini biasanya berkaitan dengan aktivitas yang bisa memberikan dampak bagi lingkungan sekitar, seperti memperbaiki sekolah, melakukan pengadaan air, dan sejenisnya.
Lebih dari Sekadar Bakti Sosial
Namun dalam praktiknya, keberadaan CSR ternyata tidak terbatas pada hal itu saja. CSR tidak hanya mencakup pada pemberian bantuan atau bakti sosial saja, tetapi berkaitan tentang bagaimana sebuah aktivitas bisnis dijalankan oleh perusahaan.
Erick Taufan menjelaskan bahwa hal inilah yang sering kali disalah artikan oleh sebuah perusahaan. Aktivitas CSR yang banyak berkaitan dengan pemberian bantuan membuat kegiatan ini sebatas itu saja.
“Dalam Corporate Social Responsibility, social-nya itu adalah society, bukan sosial dalam Bahasa Indonesia. Seringkali kita mengartikan social dalam bahasa kita sendiri seolah-olah itu adalah bakti sosial, (padahal) bukan,” ucap Erick.
Berdasarkan pemahaman tersebut, para praktisi CSR mesti menguasai berbagai macam kemampuan agar aktivitas yang diselenggarakan bisa berdampak nyata bagi masyarakat luas. Menurut Erick, setidaknya ada tujuh kemampuan utama yang dimiliki oleh praktisi CSR agar bisa menghasilkan program yang berdampak nyata.
Tujuh aspek yang mesti dikuasai oleh para praktisi CSR tersebut di antaranya top management commitment, intellectual capacity and skillset, system and procedure, partnership, dan digitalization. Dengan ketujuh aspek ini, praktisi bisa menyusun program yang benar-benar memberikan dampak yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Sebagai praktisi CSR sekaligus Ketua Relawan Bakti BUMN, Erick Taufan memberikan contoh program CSR yang dia hasilkan lewat pemahaman kemampuan tersebut. Misalnya Erick menerapkan implementasi budaya perusahaan berlabel AKHLAK secara luas, transformasi CSR di grup BUMN, hingga peningkatan kompetensi pegawai.
Terbukti enam program yang ada di Bakti BUMN berhasil dijalankan di 49 lokasi berbeda. Tidak hanya itu, 505 relawan dari pegawai Kementerian BUMN dan BUMN Group juga ikut terlibat dalam pelaksanaan program tersebut.
Meskipun demikian, keberlangsungan program ini tidak serta merta berjalan mulus begitu saja. Bahkan ada program-program yang mesti dijalankan tanpa dukungan pendanaan.
Namun Erick menjelaskan bahwa kolaborasi antarpihak bisa menjadi solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Kerja sama dengan berbagai pihak, baik organisasi nonpemerintah maupun komunitas bisa menjadi bentuk kolaborasi yang dilakukan untuk menjalankan sebuah program.
Bukan tidak mungkin, program CSR yang dijalankan dari hasil kolaborasi ini bisa menghasilkan komunitas baru lainnya. Hal ini dicontohkan Erick seperti program beasiswa BUMN yang juga membentuk komunitas dari para penerimanya.
“Bahkan programnya komunitas ini awalnya berjalan tanpa dukungan dana BUMN. Dan kita membuktikan bahwa sebagai komunitas, kami bisa berjalan sendiri tanpa pendanaan dari korporasi,” jelas Erick.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News