
Pengembangan usaha di wilayah pedesaan bisa sangat signifikan terhadap penguatan perekonomian secara nasional. Namun, untuk mencapainya dibutuhkan komitmen tinggi agar potensinya bisa tergali dengan baik.
Hal itu mengemuka dalam acara Brisi Talk yang merupakan bagian rangkaian Guyub Nasional 1 dan Inagurasi Nasional Asosiasi Pelaku Usaha Desa Indonesia (APUDSI) 2025. Seluruh rangkauan kegiatan ini dimulai sejak 18 Februari dan akan berakhir pada 22 Februari 2025.
Apresiasi Wamendes terhadap Komitmen APUDSI
Wakil Menteri Desa dan Daerah Tertinggal, Ahmad Riza Patria mengapresiasi inisiatif dan dedikasi APUDSI untuk menghadirkan dan mengelola potensi, memasarkan produk-produk unggulan desa, serta mendukung pengelolaan sumber daya lokal untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Ia berharap berharap dukungan ini dapat terus berlanjut, sehingga produk-produk desa, hasil bumi, kerajinan tangan, dan berbagai potensi lain dari desa dapat semakin dikenal, baik di pasar lokal maupun global.
“Kami juga berharap adanya sinergi dan kolaborasi yang kuat untuk memperkuat ekonomi desa agar lebih berdaya saing dan berkelanjutan,” kata dia saat memberikan sambutan.
Kolaborasi sebagai Kunci Pengembangan Ekonomi Desa
Di dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum APUDSI Maulidan Isbar menilai acara ini merupakan momen penting agar peran membangun ekonomi desa bisa berjalan maksimal. Kolaborasi menjadi bagian yang tidak boleh terlewatkan.
“Event Brisi Talk ini adalah inisiatif kolaborasi yang menjadi bentuk nyata dari semangat kebersamaan kita. Sebagai asosiasi, kami berkomitmen untuk menghadirkan transfer knowledge,” ucap dia.
Pelaku usaha tidak hanya membutuhkan kapitalisasi, tetapi juga intelektualitas. Tidak hanya kepekaan emosional, tetapi juga kepekaan rasional. Dan rasionalitas ini dapat dibangun dengan belajar serta mendengarkan dari para ahli.
Ia mengapresiasi kepada BRI yang berkomitmen selama lebih dari 10 tahun dalam menghadirkan pembiayaan dan pemberdayaan di setiap desa. Sebagai mitra strategis, APUDSI ingin berjalan bersama BRI dalam membangun negeri.
“Target kami di Apudsi adalah menambah 375.000 anggota per tahun. Dengan asumsi pertumbuhan 5 pelaku usaha per desa setiap tahun, maka dalam 5 tahun ke depan, Apudsi akan memiliki sekitar 1,5 juta anggota. Ini akan memperkuat tidak hanya sisi keanggotaan, tetapi juga jaringan bisnis yang lebih luas,” jelas Maulidan.
Komitmen BRI dalam Mendukung Pelaku Usaha Desa
Sementara itu, Sunarso selaku Direktur Utama BRI merasa terhormat karena perusahaan yang dipimpinnya dipercaya sebagai mitra utama perbankan bagi APUDSI. Optmismenya tinggi untuk merealisasikan misi membangun ekonomi pedesaan sekaligus mendukung para pelaku usaha di berbagai daerah.
Saat ini, BRI memiliki lebih dari 5.090 unit layanan di desa-desa di seluruh Indonesia serta hampir 1.000 Teras BRI di berbagai pasar yang melayani sektor ekonomi bawah. Meskipun BRI memiliki segmen pasar yang luas, fokus utama kami tetap pada sektor mikro dan ultramikro, yang mencakup lebih dari 80% dari total portofolio kami.
BRI bersama PNM (Permodalan Nasional Madani) dan Pegadaian telah membentuk holding ultramikro yang melayani lebih dari 35 juta nasabah peminjam di seluruh Indonesia, khususnya di sektor perdesaan.
“Melalui sinergi ini, kami berkomitmen untuk terus mendukung dan memberdayakan para pelaku usaha kecil agar semakin berkembang dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional,” ucap dia.
Sebagai bagian dari upaya pemberdayaan desa, BRI juga telah meluncurkan program ‘Desa BRILian’ yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis desa dengan memberikan pendampingan, pelatihan, dan akses keuangan bagi masyarakat desa.
“Kami berharap kolaborasi antara BRI dan APUDSI dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang nyata bagi ekonomi rakyat, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan,” jelas Sunarso.
Pembahasan Isu Ekonomi Desa oleh Para Pakar
Acara BRISITALK BRI X APUDSI menghadirkan berbagai pakar sebagai pembicara. Mereka membahas topik yang relevan dalam rangka pengembangan potensi ekonomi, termasuk wilayah pedesaan.
Maitra Widiantini selaku konsultan di bidang mobilisasi sumber daya mengatakan bahwa dunia usaha dapat berperan lebih dari sekadar mencari keuntungan, salah satu jawabannya adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam istilah lain Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Sayangnya, di Indonesia, kebijakan ini belum diwajibkan untuk seluruh perusahaan swasta. Hanya beberapa sektor yang diwajibkan untuk menjalankan TJSL, yaitu industri yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Peran Digitalisasi dalam Pemberdayaan Pelaku Usaha Desa
Pembicara lain adalah Andika Deni Prasetya selaku CEO RAKAMIN. Menurut dia, Desa memiliki potensi yang luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah, budaya yang kaya, serta semangat gotong royong masyarakat desa adalah aset yang bisa menjadi pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Namun, untuk mencapai visi tersebut, kita harus memastikan bahwa pelaku usaha desa mendapatkan akses yang lebih luas terhadap teknologi, pasar, serta dukungan finansial dan kebijakan yang berpihak kepada mereka.
Saat ini, transformasi digital telah membuka peluang besar bagi pelaku usaha desa untuk berkembang dan bersaing di pasar global. Dengan adanya platform digital, akses ke pasar internasional bukan lagi sesuatu yang mustahil.
Optimisme dan Tantangan Masa Depan Ekonomi Desa
Wahyu Aji, CEO GNFI mengungkap bahwa pada Januari lalu, survei global menunjukkan Indonesia adalah negara dengan penduduk paling optimis di dunia. Dari 34 negara yang disurvei, kita berada di peringkat pertama, diikuti oleh Kolombia, Tiongkok, dan Filipina. Sementara itu, Jepang berada di posisi terakhir.
Hal ini bisa menjadi modal sekaligus alarm bagi kita. Modal, karena bangsa kita memiliki mental optimis yang kuat. Namun, di sisi lain, optimisme ini juga bisa menjadi jebakan. Jika kita terlalu yakin bahwa segalanya akan baik-baik saja, kita bisa menjadi lengah dan kehilangan dorongan untuk berinovasi.
David Herson, Komisaris WIKA Realty menyebut banyak orang berpikir bahwa impian hanya bisa diwujudkan di kota besar. Namun, ia dan mitranya di Matohan Inual Luhu membangun sebuah perusahaan bernama DH Group yang bergerak di bidang ekspor, termasuk biji kopi dari Sulawesi.
Ahmad Alimudin, CEO ALAN CREATIV mengisahkan dirinya pada tahun 2020 melihat peluang besar di bidang yang selama ini tidak pernah diperhitungkan, yakni perdagangan pasar tradisional.
“Pasar tradisional bukan hanya bagian dari sejarah ekonomi kita, tetapi juga pilar penting bagi masa depan perekonomian Indonesia,” pungkasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News